Bagi Anda yang usaha, bekerja atau menjadi konsumen di industri properti pasti tak lagi asing dengan istilah Kredit Inhouse. Ini adalah sejenis pembelian rumah secara kredit yang langsung berhubungan dengan developer. Intinya, jual beli hanya dilakukan antara dua pihak saja yakni pemilik dan pembeli tanpa pihak ketiga.
Tak ada keterlibatan bank atau lembaga eksternal lain dalam proses transaksinya. Mekanisme pembayaran pun dilakukan dengan angsuran atau mencicil langsung ke developer, karena itu sistem ini juga kerap disebut kredit in-house.
Transaksi ini lebih banyak dilakukan oleh golongan ekonomi menengah ke atas karena nominal angsuran yang cenderung tinggi, karena dihitung langsung dari harga rumah dan tenor yang ditetapkan.
Kelebihan Menggunakan Inhouse
Meski dengan nominal cicilan yang lebih tinggi, memilih sistem in-house memiliki banyak kelebihan ketimbang dengan menggunakan pihak ketiga, yakni bank.
- Tanpa DP, tergantung developer
- Tanpa bunga
- Prosedur pembelian lebih cepat
- Tidak memerlukan biaya yang besar
- Masa cicilan dapat dinegosiasi
Nah, jika Anda tertarik membeli rumah dengan cara kredit in-house, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengajuannya.
Prosedur Pengajuan Kredit In-house
Untuk prosedur pengajuan, kebanyakan pembeli mengikuti aturan yang diberikan oleh developer. Beberapa menawarkan 12, 36 hingga 50 kali angsuran yang dapat dinegosiasi dan disepakati bersama.
Dengan skema ini, serah terima secara resmi baru akan dilakukan jika pembayaran telah mencapai lebih dari 80% dari harga jual. Kondisi ini tidak mutlak, karena setiap developer memilik aturan dan keinginan yang berbeda. Kemampuan negosiasi pembeli bisa sangat menentukan kesepakatan kedua belah pihak nantinya.
Pembeli sebaiknya membahas dan menyepakati perihal kejelasan serah terima. Jika perlu, juga mencantumkan Perjanjian Jual Beli (PJB) yang disahkan langsung oleh notaris. Prosedur pengajuan in house sebenarnya sangat sederhana berbeda jika dengan pihak bank.
Namun perlu diingat untuk lebih dulu menggunakan booking fee agar menghindari kemungkinan penawaran dari pihak lain. Booking fee juga menjadi bukti tanda beli unit terkait yang sudah disepakati.
Uang muka sebenarnya cukup fleksibel, beberapa membebankan DP meski tak jarang yang membebaskannya. Setelah itu, jika seluruh permintaan developer disanggupi maka buatkan Pra Perjanjian Jual Beli (PPJB) yang juga disahkan notaris.
Untuk lebih detail, berikut ini segmen penting yang harus dibahas dan disepakati selama proses pengajuan:
- Pembelian dengan perjanjian kredit.
- Kesepakatan soal nominal uang muka, jika ada.
- Total angsuran yang harus dibayar berdasarkan kesepakatan bersama.
- Mencantumkan waktu proses serah terima juga denda dari kedua belah pihak apabila terjadi wanprestasi. Tindakan ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan konflik di kemudian hari.
Setelah seluruh segmen tersebut disepakati, maka PJBB bisa dinaikkan statusnya menjadi Akta Jual Beli (AJB). Nantinya, ketika pembayaran terakhir usai serah terima maka developer, pembeli serta notaris akan bertemu untuk menyusun AJB.
AJB menjadi bukti sah peralihan hak tanah juga bangunan dari developer kepada pembeli, selaku pemilik rumah yang baru. Peralihan ini disaksikan dan disahkan langsung oleh notaris. Pada catatan penting, penandatanganan di depan notaris namun tidak diikuti penyerahan sertifikat asli bukan termasuk AJB.
Umumnya, tanda tangan PPJB bersifat perjanjian biasa dan bukan sebagai pengalihan hak. Perlu diingat, jika dalam pengajuan kredit in-house jenis ini cukup jarang dan terbatas. Ada banyak penawaran atau pembeli kepada developer, yang otomatis akan menaikkan persyaratan yang lebih selektif untuk keuntungan yang lebih.
Kesimpulan
Meski mudah dan lebih menghemat biaya, memilih membeli rumah dengan metode ini perlu perhitungan dan negosiasi yang matang guna, mendapatkan kesepakatan harga dan transaksi terbaik. Demikian artikel mengenai inhouse kredit, semoga bermanfaat.